DILEMA PERLINDUNGAN GURU
Oleh : Edy Siswanto*
Oleh : Edy Siswanto*
Belum lama
kita peringati hari guru nasional (HGN) tepatnya 25 Nopember 2016. Guru sebagai
sebuah profesi mulia dilapangan sering kali rentan terhadap permasalahan adanya
banyak kasus yang menimpa guru yang sedang melaksanakan tugas dan kewajibannya
dalam mendidik siswanya, menegakkan disiplin dan tata tertib disekolah kerap
terjadi kriminalisasi terhadap guru ataupun berita tentang guru yang dilaporkan
ke polisi oleh orang tua atau wali murid dengan alasan guru tersebut melakukan
tindakan yang dianggap “kriminal” berupa kekerasan ataupun melanggar UU
Perlindungan anak, seperti : mencukur rambut peserta didik yang tidak rapih,
mencubit, menjewer telinga peserta didik yang sudah seringkali diberikan
pengarahan dan peringatan oleh pihak sekolah tentang prilakunya yang melanggar
aturan sekolah ataupun melanggar etika seperti merokok, membolos, membawa atau
menyimpan film atau majalah porno, tidak mau mengikuti kegiatan sholat
berjamaah bersama yang diadakan sekolah tanpa alasan yang jelas, menggunakan
asesoris berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran di
sekolah, berkata yang tidak sopan, mengganggu atau membully temannya, dll.
Semua
tindakan yang dilakukan oleh guru kepada siswanya tersebut pada dasarnya
hanyalah bertujuan sebagai pemberian efek jera dan mendidik peserta didik agar
memiliki etika dan moral yang baik (berakhlak mulia). Yakinlah bahwa semua
tindakan yang dilakukan oleh guru, pasti memiliki alasan dan bertujuan baik
karena pada dasarnya tidak ada guru yang ingin mencelakakan anak didiknya. Oleh
karena itu seharusnya para wali murid hendaknya lebih bijak dalam menanggapi
dan merespon berbagai aduan anak-anaknya tentang semua tindakan yang dilakukan
oleh guru terhadap anak-anaknya.
Pantaskah
tindakan seperti mencukur, menjewer dan mecubit peserta didik yang dilakukan
oleh seorang guru dalam rangka mendidik peserta didiknya dilaporkan dengan
alasan melanggar UU HAM dan UU Perlindungan Anak atau telah melakukan
kekerasan? Jika memang tindakan yang dilakukan oleh guru seperti itu dianggap
sebagai tindakan kriminal, maka wajar jika akhirnya guru memilih untuk diam dan
tidak mempedulikan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh siswanya dikarenakan
guru takut terjerat dengan kasus-kasus kriminal seperti dialami beberapa guru
sebelumnya.
Apa penyebab guru kurang diminati dibanding profesi lain seperti insiyur
dan dokter?, karena militansi dalam mengkritisi dan memperjuangkan nasibnya
sendiri masih lemah, kesadaran berserikat (berorganisasi) yang rendah berdampak
profesi ini mudah dipengaruhi ditekan atau dijadikan objek kepentingan
tertentu. Seringkali guru malu untuk sekedar memperjuangkan nasibnya sendiri
dengan dalih nrimo ing pandum. Apalagi menyelesaikan merembug kasusnya apabila
berhadapan dengan hukum.
Mengapa profesi guru tertinggal
dengan profesi yang lain? seringkali guru terkungkung dengan norma dan dogma
pengajaran di kelas dengan profesionalisme kerja guru bisa dilihat dari
kemampuan sosial, pedagogik, kepribadian dan kemampuan kompetensi profesional
dibidangnya. Padahal kosep kepedulian guru tidak mengenal pembatasan
sekat-sekat kelas. Mereka tetap peduli menembus batas kelas-atas tiap kejadian
dilingkungannya.
Banyaknya kasus guru yang mudah dan kerap kali dikriminialisasi saat melaksanakan
tugas dan kewajibannya beranggapan belum adanya perangkat yang kuat dalam
UU guru dan dosen yang secara spesifik
menjelaskan upaya perlindungan profesi guru. Dengan melihat banyaknya kejadian
dilapangan yang melibatkan profesi guru, nampaknya Yurisprudensi MA (12/8/2016)
tentang guru tidak bisa dipidanakan dan PP 74/2008 tentang perlindungan profesi
guru belum cukup menjawab tantangan keadaan. Karena kedudukannya masih dibawah
UU, guru mestinya melek hukum-politik, kemampuan ini juga dikembangkan agar
tahu dan sadar ketika menghukum siswanya, juga bisa ikut urun rembug-mewarnai
dalam pengambilan kebijakan baik ditingkat satuan pendidikan, daerah, nasional
maupun internasional termasuk dalam pengaturan manajemen dan pengambilan
kebijakan pendidikan.
Belajar dari beberapa kasus guru yang dalam menjalani tugasnya yang rentan
mudah dan kerap sekali dikriminialisasi guru menjadi berpikir kembali ketika
mau menghukum siswa yang melanggar disiplin dan tata tertib sekolah. Belum
kuatnya posisi kedudukan PP perlindungan profesi guru dan belum adanya UU
perlindungan guru, karena ketika terjadi kasus di lapangan yang ada adalah
perlawanan orang tua siswa dengan dalih UU perlindungan anak dan UU Ham dengan
kedudukan yang lebih tinggi dari dua perangkat hukum diatas, diperlukan kedepan
organisasi profesi untuk mendesak masuknya klausul lebih detil tentang
perlindungan profesi guru dalam UU No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
bahkan kemungkinan “opsi” dibuatnya segera UU Perlindungan profesi guru. Semata
untuk menyelamatkan profesi guru yang bertugas dilapangan kerap kali berhadapan
dengan hukum.
Jika kita
kaitkan dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang No.
20, Tahun 2003. Pasal 3, maka dapat dipastikan tujuan tersebut tidaklah akan
pernah terwujud jika semua guru terlanjur merasa tidak memiliki keleluasan dan
takut dalam mengambil sebuah kebijakan atau tindakan yang harus diberikan
kepada peserta didiknya dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai agen
pembelajaran dan pendidikan yang harus membentuk perilaku peserta didiknya
menjadi insan yang berilmu dan berahlak mulia (bermoral baik). Dengan banyaknya
kasus dan masalah yang menimpa guru diatas sepertinya ada masalah dalam sistem
pendidikan kita.
Diperlukan guru melek hukum dan politik menjadi keharusan karena seringkali
pendidikan modern masa depan sudah berbeda paradigmanya, dulu guru menghukum
siswanya tidak akan masalah dan tidak ada yang berani lapor orang tuany, dan
andaikan lapor malah si anak yang kena gampar sama orang tuanya. Namun lain era
sekarang siswa dicubit sedikit saja langsung lapor orang tuanya dan anehnya
orang tuanya segera melabrak si guru tanpa konfirmasi dan bicara baik-baik
dulu. Kemampuan guru yang terakhir ini juga mesti bisa dikembangkan. Walaupun
kemampuan ini yang masih terkesan di "kebiri" oleh para pengambil
kebijakan-belum banyak diungkap. Banyaknya pekerjaan, mengajar mengurus siswa
menyebabkan waktunya habis dikelas. Karena jika guru melek hukum-politik
mungkin bisa menjadi kekuatan dahsyat.
Pilihan lain untuk bisa mengatasi persoalan diatas agar tidak terjadi upaya
kriminalisasi, guru harus bersatu padu solid dan memiliki solidaritas tinggi
sehingga memiliki organisasi profesi yang kuat berwibawa, profesional dan
modern. Organisasi kuat dapat dijadikan pressure
power (kekuatan menekan) thinking
power (kekuatan pemikiran) dan control power (kekuatan pengendalian)
sehingga memiliki posisi tawar (bergaining
position). Sesuai dengan UU guru dan dosen No 14 Tahun 2005 kehadiran
organisasi profesi mutlak diperlukan sesuai dengan pasal 41 ayat 3. Organisasi
profesi dibutuhkan guru untuk memajukan profesi meningkatkan kompetensi, karir,
wawasan kependidikan, termasuk kesejahteraan dan advokasi terhadap masyarakat.
Sejauh mana perlindungan guru sudah dilaksanakan? Dianggap Sampai sejauh
ini upaya perlndungan profesi guru belum maksimal, Perlindungan hukum terhadap
guru diakui memang masih lemah. Belum ada evaluasi menyeluruh, ketika guru
terkena masalah hukum khususnya yang berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dia
seolah harus berjuang sendiri.
Ada guru yang dipidanakan gara-gara memberikan sanksi yang dinilai
berlebihan kepada peserta didik. Ada guru yang diteror, terancam karir dan
keselamatan jiwanya karena mengadukan penyimpangan Ujian Nasional dan penyimpangan
dana BOS. Ada guru yang belum tersentuh pengembangan profesi (diklat). Bahkan
selama sekian lama bertugas sampai pensiun belum pernah sekalipun didiklat.
Banyak guru swasta yang mendapatkan honor sangat minim dan sangat jauh dari
Upah Minim Regional (UMR). Belum adanya jaminan kesehatan bagi guru honor.
Ketika PNS mendapat fasilitas Asuransi Kesehatan (Askes), buruh mendapat
fasilitas Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), guru honor memiliki jaminan
apa? Ketika guru honor sakit, dia harus berobat mengunakan dana sendiri
sementara honor yang diterimanya sangat kecil, tidak cukup untuk hidup satu
bulan. Hal ini seharusnya menjadi pekerjaan rumah pemerintah, untuk memikirkan
bagaimana memberikan perlindungan kepada guru khususnya guru honorer.
Pentingnya perlindungan hukum bagi guru, juga perlu disertai dengan adanya
sosialisasi pendidikan hukum bagi para guru. Pemerintah, organisasi profesi,
dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli pendidikan bisa menjadi
lembaga yang tepat untuk melakukan sosialisasi tersebut. Hal ini Bertujuan agar
guru mengetahui, memahami, sekaligus mampu melaksanakan hak dan kewajibannya.
Perlindungan terhadap profesi guru memang merupakan kewajiban pemerintah,
namun di sisi lain gurupun harus turut berperan aktif dalam mengupayakan
terwujudnya perlindungan tersebut, seperti ajaran Islam yang menjelaskankan
bahwa sebuah kaum tidak akan dapat mengubah nasibnya kecuali mereka sendiri
yang melakukannya. Guru harus kritis konstruktif terhadap kebijakan pemerintah
dan ikut berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik. Ketika guru merasa
dirugikan oleh sebuah kebijakan baik kebijakan sekolah maupun kebijakan
pemerintah, maka bisa melakukan langkah-langkah untuk mengkritisi kebijakan
tersebut. Untuk dapat melakukan hak dan kewajibannya serta terhindar dari
praktek deskriminasi terhadap profesinya maka gurupun harus mengetahui dan
memahami peraturan perundang-undangan tentang pendidikan, khususnya tentang
guru seperti: Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
UU nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, PP nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP), PP nomor 74 tahun 2008 tentang Guru, dan
sebagainya.
Perlindungan hukum sangatlah penting bagi guru, karena hanya dengan adanya
perlindungan hukumlah yang bisa membuat guru-guru pada umumnya akan terbebas
dari rasa terancam dari interferensi oknum-oknum terntentu. Dengan demikian
nantinya guru tidak akan merasa takut dan ragu untuk mengambil sebuah kebijakan
dan tindakan dalam menjalankan tugasnya sebagai guru khususnya dalam membentuk
karakter anak bangsa yang berakhak mulia. Hal yang terpenting dari perlindungan
hukum bagi guru adalah implementasinya secara nyata, jangan sampai jaminan ini
(perlindungan hukum) hanya ada di atas kertas saja. Semoga dengan adanya
perlindungan bagi profesi guru ini bisa membantu guru dalam melaksanakan
tugasnya untuk mewujutkan tujuan dari pendidikan nasional.
Perlindungan
hukum di Indonesia terhadap guru diakui memang masih lemah. Hal ini terlihat
dari fakta yang menunjukan bahwa selama ini, ketika seorang guru terkena
masalah hukum, khususnya permasalahan hukum yang berkaitan dengan tugasnya
sebagai guru, maka guru tersebutpun harus berjuang sendiri. Undang-undang Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 ayat (1) huruf h mengamanatkan
bahwa guru harus memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Selanjutnya pada pasal 39 secara rinci dinyatakan: (1)
Pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan
pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam pelaksanaan tugas.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perlindungan
hukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja. (3) Perlindungan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup
perlindungan hukum terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif,
intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua
peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. (4) Perlindungan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap pemutusan
hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan, pemberian
imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam menyampaikan pandangan, pelecehan
terhadap profesi, dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru
dalam melaksanakan tugas. (5) Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup perlindungan terhadap risiko
gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana
alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko lain.
Berdasarkan
uraian undang-undang di atas, terlihat jelas perlindungan bagi guru adalah hal
yang mutlak. Sayangnya, dalam kenyataannya masih banyak guru yang bekerja dalam
ketidakpastian baik berkaitan dengan status kepegawaiannya, kesejahteraannya,
pengembangan profesinya, atau pun advokasi hukum ketika terkena masalah hukum.
Edy
Siswanto, S.Pd., M.Pd. Alumni S2 Unnes, Guru SMKN 4 Kendal, Pengurus IGI
Kabupaten Kendal
Advertisement