Kondisi persaingan dan perkembangan yang begitu cepat, membutuhkan kontribusi pendidikan dalam menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berdaya saing. Pendidikan dijadikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh masyarakat. Salah satu indikator majunya suatu bangsa ditentukan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang hasilnya didapat dari proses pendidikan vokasi yang bermutu.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Untuk Peningkatan Kualitas dan Daya Saing SDM Indonesia. Dalam Inpres menjadi momentum legalitas yang strategis untuk pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. Pendidikan vokasi menjadi utama dan pertama, solusi penciptaan sumber daya manusia yang berkompeten, berdaya saing, dan siap bekerja profesional.
Presiden Jokowi pada Rapat Kabinet Paripurna pada awal 2017, memberikan arahan untuk melakukan revitalisasi pendidikan vokasi dengan membuka akses yang luas untuk masyarakat mendapatkan akses keterampilan dan mengubah kurikulum yang ada, menjadi kurikulum yang berbasis industri serta menyiapkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya. Harapannya, semua lembaga yang menyelenggarakan Pendidikan Vokasi mendapatkan prioritas dan dukungan untuk pengembangan dan peningkatan kualitasnya, sehingga menghasilkan lulusan yang bermutu.
Terbentuknya Ikatan Guru Vokasi Indonesia Maju (IGVIM) sebagai titik awal, sekaligus titik tolak dalam mempersiapkan tantangan yang akan dihadapi lima tahun ke depan. Dimana tantangannya jauh berbeda dengan sekarang. Harapannya IGVIM menjadi flag carrier pendidikan vokasional di Indonesia dan menjadi pionir yang mengedepankan sinergitas kemampuan lulusan SMK dengan industri dengan tetap mengedepankan profesionalisme, intelektual dan pembangunan karakter bangsa.
Dengan Visi IGVIM menjadi organisasi guru Pendidikan vokasi yang kuat, kritis, sekaligus sebagai mitra pemerintah terutama bidang Pendidikan vokasi, menjadikan lulusannya mampu bersaing dan diterima di industry, dunia usaha dan kerja (IDUKA). Pemerintah dengan terbetuknya Dirjen Vokasi memberikan dorongan dan apresaisi yang tinggi. Memberikan ruang untuk peningkatan proses dan pengembangan SDM vokasi dengan mengupgrade beberapa pendidikan vokasi menjadi lebih vital sesuai kebutuhan zaman. Peluang strategis tersebut harus dijadikan momentum pengembangan pendidikan vokasi. Dalam rangka peningkatan angka partisipasi kasar pendidikan yang saat ini berkisar sekitar 36 persen lebih (sumber: slide belmawa.ristekdikti), pendidikan vokasi menjadi terobosan untuk mendorong pemenuhan rasio kebutuhan pendidikan.
Setidaknya enam isue penting pendidikan vokasi (SMK) masih relevan dibahas.
Bangsa yang kuat maju, modern adalah yang kuat vokasinya. tak salah slogan vokasi kuat, menguatkan Indonesia. Kebutuhan akan kompetensi terapan yang langsung dapat memenuhi kebutuhan industri dilahirkan oleh lulusan pendidikan vokasi termasuk SMK. Pendidikan vokasi dalam prosesnya menekankan pada pengembangan praktek atau terapan dibanding yang sifatnya teoritis. Peserta didik diberikan kemampuan yang dapat memberikan solusi dan pengembangan kreativitas berbasis potensi individu.
Kedua, Upgrade sarana prasarana penunjang praktik bengkel dan laboratorium. Pelaksanaan pendidikan vokasi di Indonesia dilakukan oleh SMK, Politeknik, dan Universitas yang memiliki program pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi dapat dilakukan dari jenjang D-1 sampai Doktor Terapan. Melihat strategisnya pendidikan vokasi maka sosialisasi dan desiminasi informasi serta pengembangan pendidikan vokasi sangat penting dan diperlukan terus menerus. Hingga persepsi vokasi pendidikan kelas dua tak ada lagi. Karenanya kebutuhan skill praktik siswa hendaknya memenuhi syarat minimal mendekati atau tidak asing lagi jika dihadapkan dengan di IDUKA.
Ketiga, Kurikulum Implementatif dan aplikatif dengann IDUKA, Untuk itu kurikulum aplikatif implementatif di SMK dikembangkan dan dirancang dengan duduk bersama. Yang akan mengahasilkan "Pernikahan Masal" terpenting bukan hitam diatas putihnya melainkan tindakan follow upnya setelah menikah masal itu. SMK didorong melalakukan melakukan terobosan yang tepat guna dan skill based competency. Harapan “membangun guru pendidikan vokasi menjadi lebih profesional untuk menghasilkan lulusan yang kompeten di bidangnya”, menjadikan semangat untuk seluruh guru vokasi membangun tata kelola yang baik, transparan, akuntabel serta memunculkan kemandirian yang akhirnya bisa meningkatkan kualitas dalam setiap produk yang dihasilkan dan bisa memberikan sumbangsih untuk bangsa dan negara.
Keempat, Jalinan kerjasama dan kemitraan dengan industri sangat penting. Disisi lain, industri memerlukan SDM siap pakai, yang dapat mengisi dan mengoperasikan program dan mesin-mesin di perusahaan. Lulusan SMK dianggap lebih "siap"Proses adaptasi (probation period) menjadi lebih singkat, karena lulusan pendidikan vokasi dapat langsung memahami dan melakukan pekerjaan sesuai kebutuhan industri. Industri memerlukan level kompetensi dari mulai teknis dan manajerial.
Banyak perusahaan yang mencari SDM yang memiliki kompetensi terapan, sehingga memudahkan perusahaan dalam mempercepat produksinya. Secara nyata lulusan SMK sudah “Bisa” bekerja dengan baik, apalagi untuk jenjang vokasi yang lebih tinggi.
Pendidikan Vokasi berkolerasi dengan pengembangan SDM. SDM yang berdaya saing harus mampu unggul dan memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada. Pendidikan vokasi mengajarkan proses how to know and how to do, hal ini yang menjadikan peningkatan utama kualitas SDM di Indonesia.
Kompetensi terapan memberikan bekal terhadap pengembangan sumber daya manusia yang unggul. Kompetensi terapan menjawab pertanyaan why dalam operasional yang dilakukan. Oleh karena itu, perlu ada grand desain pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia agar memberikan penguatan terhadap SDM.
Kelima, Uji Kompetensi siswa lewat LSP-P1, sebagai tolok ukur industri. Sebagai Lulusan Pendidikan Vokasi dengan pendekatan terapan dan berbasis kebutuhan industri. Dilakukan uji kompetensi sesuai dengan skema SKKNI/KKNI yang telah dilisensi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui Lembaga Sertifikasi Profesi P-1 pada lembaga pendidikan.
Keenam, Magang Guru di IDUKA. minimnaya guru dalam meningkatkan kompetensinya, tak cukup dengan diklat dan bintek satu dua hari, namun diperlukan guru mengalami langsung apa yang terjadi di IDUKA yang dinamis dan berubah sangat cepat. Merasakan bagaimana proses yang terjadi.
Lulusan yang bermutu terwujud apabila guru, sekolah dan proses pendidikan vokasi dilakukan secara bermutu pula. Dari mulai input penerimaan siswa baru, proses pada pembelajaran, magang, sampai mutu output lulusannya. Kondisi demikian memberikan kesejajaran antara pendidikan vokasi dengan pendidikan akademik, sehingga masyarakat dan IDUKA tak lagi memandang sebelah mata pendidikan vokasi. AKhirnya mari kita bekerja keras memajukan pendidikan vokasi Indonesia, vokasi kuat menguatkan dan memajukan Indonesia. Wallahu a'lam..bi ashowab..
Edy Siswanto
Ketua Umum PP Ikatan Guru Vokasi Indonesia Maju (PP IGVIM)