KECERIAAN DAN KEDEKATAN TAK BERJARAK GURU DAN PESERTA DIDIK SIAP MENGHADAPI PEMBELAJARAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA
Suasana ceria, senang, gembira ditambah akrab dan penuh kedekatan. Sudah tak ada jarak antara guru dan peserta didik. Perlu dibangun, dimana sebelumnya tak pernah terjadi suasana seperti itu. Adanya pandemi Covid-19, selama dua tahun, mengakibatkan krisis pembelajaran yang menyebabkan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran.
Kabarnya dalam hal “literasi” akibat
learning loss ini setara dengan hilangnya 6 bulan belajar peserta didik.
Untuk “numerasi”, learning loss ini setara dengan 5 bulan belajar,”.
Bukan hanya menambah euforia, adanya
kurikulum merdeka menjadi jawaban atas kegelisahan “learning loos” tersebut.
Hadirnya kurikulum merdeka, sudah ditunggu sejak lama. Diantara beberapa
keunggulan Kurikulum Merdeka, diantaranya.
Pertama, lebih sederhana dan
mendalam karena fokus pada materi yang esensial. Pengembangan kompetensi
peserta didik sesuai fasenya.
Kedua, guru dan peserta didik
lebih merdeka karena pembelajaran dan asessmen sesuai kondisi di sekolah. Guru
bisa mengajar sesuai tahapan capaian dan perkembangan peserta didik.
Ketiga, sekolah memiliki wewenang
untuk mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
Keempat, pembelajaran berbasis
projeck. Dimana kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif
mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya
untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar
Pancasila.
Kelima, satuan pendidikan bebas memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang diterapkan. Kedua, menerapkan Kurikulum Merdeka menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat ajar.
KEMANDIRIAN DALAM PRAKTIK SEBAGAI KESIAPAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA
Dengan Merdeka Belajar, tidak akan ada pemaksaan penerapan (Kurikulum Merdeka) ini selama dua tahun ke depan,” tegas Nadiem.
Menteri Nadiem kembali
mengingatkan, sejak Tahun Ajaran 2021/2022, Kurikulum Merdeka yang sebelumnya
dikenal sebagai Kurikulum Prototipe telah diimplementasikan di hampir 2.500
sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak (PGP) dan 901 SMK Pusat
Keunggulan (SMK PK) sebagai bagian dari pembelajaran paradigma baru. Mulai
tahun 2022, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan satuan pendidikan meskipun bukan
Sekolah Penggerak, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP dan SMPLB
kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X.
“Tolong diingat bahwa kurikulum ini adalah opsi atau pilihan bagi sekolah, sesuai dengan kesiapannya masing-masing. Tidak ada transformasi proses pembelajaran kalau kepala sekolah dan guru-gurunya merasa terpaksa,” kata Menteri Nadiem, satuan pendidikan dapat memilih untuk mengimplementasikan kurikulum berdasarkan kesiapan masing-masing,” terang Nadiem.
BUDAYA APEL PAGI DAN PEMANASAN SEBELUM PRAKTIK
Kunci keberhasilan sebuah perubahan kurikulum adalah kalau kepala sekolah dan guru-gurunya memilih untuk melakukan perubahan tersebut,” imbuhnya. Penerapan Kurikulum Merdeka didukung melalui penyediaan beragam perangkat ajar serta pelatihan dan penyediaan sumber belajar guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan. Perubahan struktur mata pelajaran akibat penerapan Kurikulum Merdeka tidak akan merugikan guru. Semua guru yang berhak mendapatkan tunjangan profesi ketika menggunakan Kurikulum 2013 akan tetap mendapatkan hak tersebut. Dahulu saat mengajar guru terbelenggu dengan kriteria kelulusan minimal (KKM), sedangkan di Kurikulum Merdeka ia merasa guru sangat menghargai proses dan pencapaian siswa dalam belajar. “Guru lebih fleksibel untuk berkreasi dalam mengajar semaksimal mungkin,” tuturnya bersemangat.